Senin, 06 Agustus 2012
Rabu, 01 Agustus 2012
LAPORAN KHUSUS
Terkait Kadis PPK-AD,
Kejagung Periksa 6 Orang Pejabat dan 3
Orang Staf Pemko Siantar
Januarison: Saksi yang diperiksa
tidak menutup kemungkinan dijadikan Tersangka
Sutrisno
Dalimunthe
Untuk lebih membuktikan keterangan yang disampaikan oleh JA Setiawan Girsang,
Kepala Dinas Pendapatan Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah Pemerintah Kota
(Pemko) Pematangsiantar. Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung-RI)
kembali panggil 6 orang Pejabat Pemko Pematangsiantar bersama 3 orang staf,
Kamis pekan lalu (26/7). Hal ini diketahui atas info yang beredar.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, 9 orang Pegawai di jajaran Pemko Pematangsiantar tersebut, antara lain
Sekretaris Dinas PPK-AD Masni SH.
Suriaty SE, Amat Bahagia Sihite, Camat Siantar Sitalasari Sofie Purba, Camat
Siantar Marihat Mangapul Sitanggang, Lurah Gorilla dan 3 orang staf di jajaran
Pemko terkait.
Menanggapi pemeriksaan 6 Pejabat dan 3 orang Satf Pemko Pematangsiantar
oleh Kejagung-RI tersebut, Praktisi Hukum sekaligus akademisi Januarison Saragih
SH MH, saat dimintai tanggapannya via seluler, Sabtu pekan lalu (28/7), mengatakan
bahwa saat ini proses yang dilakukan Kejagung terhadap Setiawan Girsang, Eva
Susanti Siregar serta ke-9 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di jajaran Pemko
Pematangsiantar, masih dalam tahap penyidikan, belum penyelidikan.
“ Itu masih dalam proses penyidikan. Jadi semua oknum PNS yang diperiksa
tersebut masih berstatus saksi. Jika sudah sampai pada tahap proses
penyelidikan, sudah berubah dari Saksi menjadi Tersangka,” kata Januarison.
Dikatakannya juga, bahwa para saksi yang diperiksa saat ini, tidak menutup
kemungkinan akan menjadi Tersangka, jika keterangan yang disampaikan dapat
menjadi temuan kuat oleh pihak Kejagung, melanggar Kitab Undang-udang Hukum
Pidana (KUHP).
Selanjutnya dikatakannya juga, bahwa proses hukum berdiri sendiri, sehingga
tidak bisa dipengaruhi oleh pihak manapun. Demikian juga, lanjutnya, proses
hukum yang sedang dijalani Setiawan Girsang bersama bendaharanya Very Eva
Susanti Siregar.
Saat disinggung, dengan dilakukan proses hukum pada Setiawan Girsang
bersama rekan sekantor, tindakan apa yang sepantasnya dilakukan Walikota,
Januarison mengatakan, bahwa dalam hal ini, Walikota tidak bisa berbuat,
apalagi untuk menyelamatkan Setiawan Girsang dan rekan dari jeratan hukum.
“Walikota dalam hal ini, tidak bisa banyak berbuat, selain memberi
penguatan bagi bawahan dan keluarganya, termasuk wartawan. Kejagunglah yang
bisa berbuat,” kata praktisi Hukum, yang juga Dekan Fakultas Hukum di Universitas Simalungun.
Sementara di Seputaran pelaksana pemerintahan di jajaran Pemko terkait, tak
satupun konfrimasi berhasil dilakukan, berturut-turut Rabu sampai dengan Jumat
pekan lalu, para pihak termasuk pemangku jabatan yang berkompeten memberikan
informasi, enggan untuk buka bicara.
Sekedar mengingatkan kembali, penahanan JA Setiawan Girsang bersama
bendaharanya Very Eva Susanti Siregar, tergeming bahwa Setiawan bersama
Bendahara Eva Very Susanti, telah memindahkan Kas Daerah Kota Pematangsiantar
ke rekening pribadi. Sejumlah kas yang dipindahkan ke rekening pribadi tersebut
adalah uang Lauk-Pauk dan Tunjangan Hari Raya (THR) Pegawai Negeri Sipil (PNS)
di jajajaran Pemko terkait.
Dari info yang diperoleh berawal temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) Pusat, menemukan rekening “gendut” oknum PNS Eselon IV, yakni
bendahara DPPKAD Pemko Pematangsiantar, Very Eva Susanti Siregar. Atas temuan
PPATK tersebut, ditindak lanjuti oleh lembaga Penegak Hukum.
Rekening gendut tersebut, disebut-sebut, hasil pemindahan sekitar kurang
lebih Rp3 M dari Kas Daerah ke Rekening Pribadi atas nama Very Eva Susanti
Siregar. Disebutkan, bahwa pemindahan sejumlah uang tersebut ke rekening Eva
adalah dana kesejahteraan PNS Pemko Pematangsiantar, terdiri dari uang
lauk-pauk dan THR.
Sementara berdasarkan kunjungan Koordinator Tim Satuan Khusus (Satsus) Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor) Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung-RI),
Sugeng Pudjianto, saat melakukan penggeledahan di Kantor DPPKAD Pemko
Pematangsiantar, bersama 7 orang rekannya lain, beberapa waktu, mengatakan
tujuan kedatang Tim Satkus Tipikior untuk mencari dan menemukan alat bukti
lain, guna mendalami penyidikan terhadap dugaan Tindak Pidana Korupsi dan
Pencucian yang dilakoni Tersangka Setiawan bersama Very Susanti bendahara
DPPKAD Pemko Pematangsiantar.
Saat kunjungan Pudjianto
ini juga, diperoleh penggeledahan
yang dilakukan, Tim Satsus
telah menyita dokumen dan berkas yang ada kaitannya dengan pengeluaran Pemko
sejak tahun 2010 hingga tahun 2012. Dilakukan penggeledahan ini, sesuia dengan ketetapan
Pengadilan.
Disamping itu, dijelaskan berdasarkan dua alat bukti yang telah
ditemukan, JA Setiawan Girsang dan bendaharanya dapat dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 2 dan Pasal
3 UU Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Pencucian Uang (money laundry-red) . Untuk pelanggaran pasal 2,
tersangka dapat dijatuhi maksimal 20 tahun
penjara, sedangkan untuk pelanggaran pasal 2 ayat 2, tersangka dapat
dijatuhi hukuman mati.
Berikut dikatakan bahwa anggaran yang diduga dikorupsi oleh Setiawan
dan bendaharanya, saat itu
adalah anggaran dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Pemko
Pematangsiantar Tahun 2010. Namun, Pudjianto sendiri, tidak berkenan lebih menjelaskan, anggaran pos mana
dalam APBD yang telah dikorupsi.
Pada kunjungan perangkat Kejagung-RI ini, tidak dapat dipastikan bahwa
Satuan Perangkat Kerja Daerah atau pejabat Pemko Siantar lain, memiliki kaitan. Untuk sementara fokus pada
pemeriksaan dua orang tersangka. “Masih dilakukan evaluasinya. Kalau pertanyaan
itu belum bisa saya jawab. Kita lihat saja nanti apa hasil evaluasinya,” ujar
Pudjianto SH, sembari masuk
ke mobilnya untuk beranjak pergi.
Dari Humas BPK-RI Wilayah Sumatera Utara, Mikael Togatorop, diperoleh laporan
hasil audit terhadap keuangan Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar Tahun
2010, segala temuan kejanggalan
masuk dalam kategori Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Didapat juga, apa yang dilakukan Kejagung dalam melakukan penyidikan adalah hal tertentu, sesuai
dengan kapasitas dan lingkup kinerja Kejagung. "Untuk lebih detailnya, silahkan dibaca laporan hasil audit
BPK," ujar Mikael singkat
menutup pembicaraan.(K-44)
LAPORAN UTAMA
Ketika Masyarakat Miskin Butuh Biaya Perobatan
Dinkes Malah
Pulangkan Dana Jamkesmas Ke Pusat?
Nicko, Reynol, Sutrisno
Pematangsiantar,
Konstruktif-Ditengah kesulitan dan kebutuhan warga miskin mengurus
biaya perobatan dan kesehatan, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Pematangsiantar
justru bertindak terbalik. Bagaimana tidak! Tahun 2011 lalu, instansi yang
mengurusi kesehatan warga ini malah mengembalikan dana sebesar Rp1,9 miliyar ke
pemerintah pusat. Pasalnya, mereka tak mampu mengelola dana yang harusnya menjadi
hak orang miskin tersebut melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas).
Untuk tahun
2011, dana Jamkesmas yang dikucurkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ke
Dinkes Pematangsiantar sebesar Rp 1.216.000.000 Miliyar. Dari jumlah tersebut dana yang
terpakai hanya sebesar Rp114.012.000. Padahal, dana itu seharusnya digunakan untuk biaya mengurus kesehatan
peserta Jamkesmas sebanyak 53.903 jiwa. Sisanya, sebesar Rp 1,9 Miliyar lagi
plus bunga dikembalikan ke Kemenkes.
Sisa dana Jamkesmas
tahun 2011 ini menurut Kepala Bidang (Kabid)
Jaminan Sarana dan Kesehatan Dinkes
Pematangsiantar, Juniarito Pardede, Rabu lalu
(25/7), dipulangkan ke Kemenkes.
“Mengingat ketentuan dan instruksi Kemenkes, bahwa dana
sisa harus dikembalikan,”katanya.
Bukankah
pengembalian dana tersebut merupakan bentuk kegagalan Dinkes mengelola dan menggunakan anggraan, sementara pada sisi lain banyak
masyarakat peserta Jamkesmas memerlukannya? “Anggaran tersebut
tidak selamanya harus dihabiskan. Karena semua
harus direalisasikan sesuai dengan kebutuhan yang ada,”ujarnya
berkilah.
Kesesuaian
kebutuhan yang dimaksud oleh Dinkes jelas sangat paradoks dengan realitas yang
ada di lapangan. Pertanyaan mendasar adalah, benarkah masyarakat miskin yang
menjadi peserta Jamkesmas di Kota Pematangsiantar hanya sedikit yang pernah
sakit? Ternyata tidak demikian!
Malah
sebaliknya, banyak warga miskin yang membutuhkan dana tersebut namun sering
kerepotan mengurusnya. Meskipun mereka sudah pernah didata atau bahkan memiliki
kartu Jamkesmas. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan pihak terkait, membuat
masyarakat banyak yang bingung mengenai mekanisme dan kriteria masyarakat yang
bisa dilayani dengan Jamkesmas. Disamping itu memang, banyak warga yang belum
terdaftar sebagai peserta Jamkesmas, sehingga tak berhak mendapatkan layanan
kesehatan dari pemerintah tersebut. Jadinya, karena tak mau menanggung resiko
hukum, Dinkes pun mengembalikan dana tersebut ke pusat.
Sejumlah warga mengakui jika mereka masih banyak yang tak mengerti
bagaimana cara menjadi peserta Jamkesmas. Meski mereka mengaku sangat-sangat
membutuhkan biaya untuk urusan berobat. Sebagian mengaku, karena urusannya
bertele-tele, rumit dan kerap tak mendapatkan layanan baik dari petugas
kesehatan, mereka jadinya enggan berurusan dengan Jamkesmas atau
sejenisnya.
Keluarga
T.Sitinjak dan istrinya A br Purba mengakui jika mereka bersama dua anakanya Dian Sitinjak dan
Cristina Sitinjak telah pernah mendapat
kartu Jamkesmas. Mereka didata ketika masih tinggal di Jalan Persatuan
Kelurahan Sukadame, Kecamatan Siantar utara. Namun setelah
pindah dan sekarang tinggal di Kampung Marlegot Kelurahan Sigulang-gulang, mereka pun bingung, apakah kartu Jamkesmasnya
masih berlaku. Bagaimana pula dengan anak ketiga dan
keempat mereka yang belum terdaftar di Jamkesmas, mereka pun tidak tau cara mengurusnya bagaimana.
Warga lainnya, Betty
Verawaty Simanjuntak yang tinggal di Jalan Tentram Ujung
Kelurahan Sukadame
mengatakan, keluarga mereka tidak pernah mendapat
kartu Jamkesmas maupun Jampersal (Jaminan Persalinan). Pengakuan
Betty, sebelum melahirkan anak keduanya, dirinya pernah didata di Puskesmas
Martoba untuk mendapatkan Jamkesmas. “Tetapi
karena sudah dua tahun kartu Jamkesmasnya
tidak keluar-keluar, akhirnya saya tak mau mengurusnya lagi,”katanya.
Sementara itu, banyak pula warga yang sama sekali tak mengetahui adanya program
Jamkesmas atau Jampersal. Karena selama ini, tak pernah ada sosialisasi secara
jelas kepada warga oleh pihak terkait. Kalau pun mereka pernah dengar, tak
jelas bagaimana prosedurnya, kriterianya serta kemana mengurusnya.
Seperti
pengakuan Nuraini,
salah seorang warga Kelurahan Timbang Galung
Kecamatan Siantar Barat, mengatakan kalau
keluarganya tak pernah tahu tentang Jamkesmas
dan Jampersal. “Karena
tak pernah ada sosialisasi dari pihak kelurahan maupun Puskesmas di lokasi
tempat tinggal kami. Jadinya kami tidak pernah
tahu cara mengurusnya kemana dan bagaimana prosedurnya,”katanya.
Sebaliknya
menurut Juniarito, pihaknya dari Dinkes Pematangsiantar telah melakukan
sosialisai secara maksimal. Termasuk melakukan pembinaan dan bimbingan teknis
terhadap petugas yang ada Puskesmas. Hal ini mereka lakukan secara berkala, dengan maksud agar setiap warga
Kota Pematangsiantar mengetahui adanya program Jamkesmas maupun Jampersal.
Kucuran Dana Tahun 2012 Berkurang
Ketidakmampuan
Dinkes mengelola dana yang sudah sempat dikucurkan pemerintah pusat melalui
Kemenkes tahun 2011, ternyata sangat berdampak terhadap kucuran dana berikut
pada tahun 2012. Padahal faktanya, masyarakat miskin yang butuh pelayanan
kesehatan tak berkurang, justru malah bertambah. “Untuk tahun
2012, kucuran dana Jamkesmas menjadi hanya sebesar Rp 716.000.000,” ungkap
Januarito.
Dana sebesar itu
akan dipergunakan bagi pengurusan biaya kesehatan dan perobatan warga peserta
Jamkesmas tahun 2012 sebanyak 76.240 jiwa, sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan Kemenkes. “Jadi,
warga yang belum terdata masuk Jamkesma pada tahun
2011, bisa dimasukkan pada kuota tahun 2012.
Begitu juga untuk tahun selanjutnya,”terang Juniarito
Pardede, sembari mengatakan kuota yang telah ditentukan harus segera diisi.
Peserta
Jamkesmas adalah masyarakat miskin yang didata petugas Badan
Pusat Statistik (BPS). Sedangkan Dinkes tidak berkapasitas untuk
menentukan siapa-siapa warga yang bisa masuk
dalam kepesertaan penerima Jamkesmas. Hanya saja,
sesuai dengan ketentuan, semua warga kategori keluarga miskin
berhak mendapatkan layanan Jamkesmas secara
bertahap. Hal ini mengingat, bahwa
setiap tahun warga yang dimasukkan dalam kepesertaan Jamkesmas telah memiliki
kuota yang telah ditentukan dan ditetapkan oleh Kemenkes.
Untuk jenis layanan kesehatan yang bisa dirujuk
bagi peserta
Jamkesmas, adalah pelayanan kesehatan dasar. Namun berbagai jenis penyakit lainnya juga tidak menutup kemungkinan
bisa mendapatkan layanan
kesehatan. Syaratnya, asal memiliki rujukan dari petugas medis
yang menangani penyakitnya. “Misalnya penyakit stroke. Penyakit ini bisa mendapat layanan kesehatan,
jika ada rujukan dari Puskesmas,”imbuhnya mencontohkan.
Januarito juga
menegaskan, jika
ada warga yang berobat dengan fasilitas Jamkesmas,
merasa tidak dilayani dengan baik agar segera melaporkan pada pihaknya. Dengan demikian, pihak Dinkes
bisa segera melakukan tindakan terhadap oknum petugas medis tersebut. Baik di Puskesmas maupun Puskemas Pembantu. Termasuk juga jika ada
bidan yang tidak maksimal melakukan pelayanan
persalinan bagi kaum ibu dengan fasilitas Jampersal. Terutama bidan-bidan yang masih mau meminta biaya
tambahan kepada pasien peserta Jampersal.
Namun khusus untuk
pelayanan kesehatan bagi peserta Jamkesmas di
RSUD Djasamen Saragih, menurut Juniarito telah ada Ketua
Pengawasan Pelayanan Jamkesmas.
“Jadi, jika
keluarga pasien maupun pasien itu sendiri merasa tidak dilayani dengan baik, langsung saja melaporkan ketidakberesan
pelayanan medis tersebut kepada Ketua Pengawasan Pelayanan
Jamkesmas rumah sakit terkait,”tegasnya.
Disinggung soal distribusi anggaran Jamkesmas, Juniarito menjelaskan,
bahwa sumber dana Jamkesmas berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) yang dikucurkan ke rekening Dinkes Kota Pematangsiantar. Selanjutnya
pihak Dinkes menyalurkannya ke pelaksana pelayanan kesehatan,
sesuai dengan klaim besaran biaya yang telah ditentukan.
Warga Miskin di Pematangsiantar Meningkat
Kepala Badan
Pusat Statistik (BPS) Kota Pematangsiantar, Drs. Ngiahken Karokaro saat
ditemui di kantornya, Jumat (27/7), menyatakan jumlah masyarakat miskin di Kota Pematangsiantar
yang pada tahun 2011 sebanyak 11.596 kepala keluarga (KK) tetapi pada tahun 2012 meningkat menjadi 13.693 KK. Pendataan
yang dilakukan BPS pada tahun 2008 dan 2011 merupakan program nasional bernama Program
Pendataan Perlindungan Sosial (PPLS). Tujuannya, mendata rumah tangga miskin guna penyaluran
beras miskin (Raskin) yang kemudian datanya dikirim ke Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang dipimpin Wakil
Presiden, Boediono.
Setelah
dievaluasi, TNP2K kemudian memberikan kuota jumlah penerima Raskin kepada
Pemko Pematangsiantar. Untuk kriteria rumah
tangga miskin
sendiri, didasarkan pada penilaian yang
dikeluarkan oleh TNP2K. Hasil evaluasi inilah yang
kemudian disalurkan ke pemerintah daerah dalam bentuk
data. Data inilah yang kemudian dipergunakan
oleh Dinas Kesehatan dalam menentukan peserta Jamkesmas setiap tahunnya.
Secara nasional menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) ada 14 kriteria rumah tangga miskin, antara lain:
1. Luas rumah kurang dari 8 m2/orang
1. Luas rumah kurang dari 8 m2/orang
2. Lantai rumah dari tanah
3. Dinding rumah bambu
4. Tak punya MCK
5. Tak punya listrik
6. Air minum dari sumur/sungai
7. Memasak dengan kayu bakar
8. Makan daging sekali seminggu
9. Beli pakaian baru setahun sekali
10. Makan satu/dua kali sehari
11. Tak mampu bayar berobat di Puskesmas
12. Pendapatan kurang dari Rp 600.000/bulan
13. Pendidikan hanya SD
14. Tidak punya barang yang dijual diatas Rp 500.000.
Jampersal: Penting Tapi Tak Bergema
Jampersal merupakan salah satu
program andalan di bidang kesehatan yang bertujuan diantaranya
adalah untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Dengan adanya program Jampersal sejak tahun 2011
lalu, seharusnya masyarakat tak perlu lagi khawatir
untuk memikirkan
biaya persalinan. Karena berbeda dengan
program Jamkesmas yang kepesertaannya harus ditetapkan oleh
bupati/walikota berdasarkan kriteria miskin, peserta Jampersal cukup mendaftar
ke Puskesmas atau bidan praktik swasta yang menjalin kerjasama dengan Dinas Kesehatan melayani
peserta Jampersal.
Merujuk pada Menurut Permenkes 2562/2011 tentang Juknis
Jampersal, syaratnya sangat mudah. Hanya menunjukkan
identitas diri (KTP)
atau identitas lain yang sah dan
membuat pernyataan tidak mempunyai jaminan atau asuransi persalinan. Program ini menggulirkan
biayanya untuk jaminan
persalinan dijamin bagi ibu-ibu hamil. Sehingga program ini terbuka
bagi seluruh ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi-bayi baru lahir tanpa
memandang strata sosialnya. Sepanjang yang
bersangkutan belum memiliki jaminan persalinan.
Terpisah,
Direktur RSUD Djasamen Saragih dr Ria Telaumbenau MKes,
melalui Humas dr Andi Rangkuty, saat dihubungi, Jumat
(27/7), mengatakan RSUD Djasamen Saragih telah melaksanakan layanan Jamkesmas
secara maksimal kepada pasien pengguna fasilitas kesehatan
yang dicanangkan pemerintah pusat
tersebut. Semuanya dilakukan dengan mengacau pada
Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang diterbitkan Kemenkes. “Pada
Juklak dan Juknis semuanya telah dicantumkan. Termasuk
jenis obat yang diberikan pada pasien pengguna fasilitas Jamkesmas. Ini
semaksimal mungkin kita lakukan,”ujarnya.
Menanggapi banyaknya
keluhan pasien pengguna fasilitas
Jamkesmas di RSU milik pemerintah ini akibat tak ditangani
secara baik, dr Andi tak menampik adanya kekurangan tersebut. Pihaknya
mengaku jika pelayanan mereka belum maksimal seratus persen. Namun,
harapnya, pelayanan peserta Jamkesmas dan Jampersal yang berobat ke RSU
Djasamen Saragih, jangan dibandingkan dengan pelayanan di rumah
sakit swasta. “Itu sudah sangat berbeda. Jika ada
pasien atau keluarga pasien yang merasa kurang dilayani dengan
baik, karena menggunakan fasilitas Jamkesmas,
dapat melaporkannya pada Unit Pengaduan Masyarakat,”katanya.
Ditemui
terpisah, pekan lalu, Kepala Puskesmas Raya, Kecamatan Siantar Barat, Surungan
Nainggolan, SKM mengatakan sebenarnya tak
sulit mendapatkan Jamkesmas atau Jampersal. Jika masyarakat datang ke Puskesmas
di sekitar tempat tinggalnya, tentu akan mendapatkan penjelasan semaksimal
mungkin. Karena sudah menjadi ketentuan,
bahwa peserta Jamkesmas harus sudah terdaftar di Dinkes serta
memiliki kartu Jamkesmas.
“Jamkesmas
ini sangat membantu masyarakat miskin tentang kesehatan masyarakat. Karena
Jamkesmas membebaskan biaya bagi masyarakat
yang memerlukan pemeriksaan kesehatan sampai pengobatan, ke Puskesmas atau Rumah Sakit Umum (RSU),”katanya.
Cara singkatnya,
warga
yang tidak mampu melapor ke kelurahannya masing-masing untuk menyatakan kalau mereka adalah keluarganya tak mampu.
Sehingga pantas
mendapatkan Jamkesmas. Kemudian Lurah
akan melaporkan kepada Dinkes agar warga yang tidak mampu tersebut dimasukkan untuk mendapatkan Jamkesmas. Setelah
mendapat kartu Jamkesmas dari Dinkes, Lurah
membagikannya kembali kepada
masyarakat yang bermohon tersebut, untuk
digunakan sebagai ‘tiket’ berobat.
Bidan: Urusan Jampersal Sangat Rumit
Jika secara teori
dan aturan main yang dikeluarkan pemerintah, layanan Jamkesmas dan Jampersal
itu mudah, ternyata praktiknya tak demikian. Sejumlah bidan yang berpraktek
secara mandiri, mengaku rumitnya birokrasi yang harus ditempuh jika mereka
melayani pasien Jamkesmas atau Jampersal. “Kami tidak
melayani Jamkesmas atau pun
Jampersal. Karena
pelayanan Jamkesmas dan Jampersal
sangat merepotkan. Belum lagi harus ada laporan segala macam ke Puskesmas. Selain
itu, masalah
upahnya pun tidak sebanding dengan yang biasa kami tangani,”ujar TM br Siregar, salah seorang bidan.
Diakui pula,
pihaknya tak ada mendapat sosialisasi dari Puskesmas, untuk menerima peserta Jamkesmas ataupun Jampersal. Jika
ada arahan ke tempatnya untuk melayani Jamkesmas
dan Jampersal,
pihaknya tentu tidak
akan menolak. “Tetapi karena tidak ada sosialisasi dari
Dinas Kesehatan dan Puskesmas, kami tidak menangani peserta Jamkesmas
dan Jampersal,”katanya.
Hanya saja,
sejumlah bidang juga menjelaskan, bahwa pihaknya juga memiliki tanggungjawab
moral untuk membantu keluarga yang tidak mampu tetapi tak mendapat informasi
tentang program Jamkesmas atau jampersal. Bidan M.Sitorus
mengatakan, meski dirinya tidak menerima
pelayanan
Jamkesmas dan Jampersal, tetapi jika ada pasien yang datang dan
tidak mampu membayar, M.Sitorus memberikan
penjelasan dan informasi agar pasien mendatangi Puskesmas untuk
mendapatkan kartu Jamkesmas atau Jampersal. Sebagaimana rekannya sesama bidan, dirinya juga mengaku tidak
ada mendapat sosialisasi dari Dinkes atau Puskesmas untuk melayani peserta Jamkesmas
dan Jampersal.
Soal
keterlibatan bidan praktek swasta dalam program Jampersal, Kabid Sarana
Kesehatan Dinkes Pematangsiantar, Juniarito, menjelaskan pihaknya telah bekerjasama
dengan 25 Bidan Praktek Swasta yang tersebar di 8 kecamatan.
“Bidan yang dihunjuk, telah menyetujui melalui kesepakatan
yang ditawarkan. Jadi untuk mengetahui siapa-siapa saja para bidan tersebut, dapat ditanyakan ke
pihak Puskesmas terdekat,”katanya. Untuk
pelaksanaan Jampersal, yang juga merupakan bagian
dari Jamkesmas, Juniarito mengatakan cukup melampirkan Kartu Tanda
Penduduk (KTP) dan Kartu Jamkesmas. Ditegaskan,
bahwa untuk anggaran Jampersal tidak memiliki anggaran tersendiri, melainkan terintegrasi atau masuk dalam angaran Jamkesmas yang
dikucurkan oleh Kemenkes. (K-44)
Langganan:
Postingan (Atom)