Ketika Masyarakat Miskin Butuh Biaya Perobatan
Dinkes Malah
Pulangkan Dana Jamkesmas Ke Pusat?
Nicko, Reynol, Sutrisno
Pematangsiantar,
Konstruktif-Ditengah kesulitan dan kebutuhan warga miskin mengurus
biaya perobatan dan kesehatan, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Pematangsiantar
justru bertindak terbalik. Bagaimana tidak! Tahun 2011 lalu, instansi yang
mengurusi kesehatan warga ini malah mengembalikan dana sebesar Rp1,9 miliyar ke
pemerintah pusat. Pasalnya, mereka tak mampu mengelola dana yang harusnya menjadi
hak orang miskin tersebut melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas).
Untuk tahun
2011, dana Jamkesmas yang dikucurkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ke
Dinkes Pematangsiantar sebesar Rp 1.216.000.000 Miliyar. Dari jumlah tersebut dana yang
terpakai hanya sebesar Rp114.012.000. Padahal, dana itu seharusnya digunakan untuk biaya mengurus kesehatan
peserta Jamkesmas sebanyak 53.903 jiwa. Sisanya, sebesar Rp 1,9 Miliyar lagi
plus bunga dikembalikan ke Kemenkes.
Sisa dana Jamkesmas
tahun 2011 ini menurut Kepala Bidang (Kabid)
Jaminan Sarana dan Kesehatan Dinkes
Pematangsiantar, Juniarito Pardede, Rabu lalu
(25/7), dipulangkan ke Kemenkes.
“Mengingat ketentuan dan instruksi Kemenkes, bahwa dana
sisa harus dikembalikan,”katanya.
Bukankah
pengembalian dana tersebut merupakan bentuk kegagalan Dinkes mengelola dan menggunakan anggraan, sementara pada sisi lain banyak
masyarakat peserta Jamkesmas memerlukannya? “Anggaran tersebut
tidak selamanya harus dihabiskan. Karena semua
harus direalisasikan sesuai dengan kebutuhan yang ada,”ujarnya
berkilah.
Kesesuaian
kebutuhan yang dimaksud oleh Dinkes jelas sangat paradoks dengan realitas yang
ada di lapangan. Pertanyaan mendasar adalah, benarkah masyarakat miskin yang
menjadi peserta Jamkesmas di Kota Pematangsiantar hanya sedikit yang pernah
sakit? Ternyata tidak demikian!
Malah
sebaliknya, banyak warga miskin yang membutuhkan dana tersebut namun sering
kerepotan mengurusnya. Meskipun mereka sudah pernah didata atau bahkan memiliki
kartu Jamkesmas. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan pihak terkait, membuat
masyarakat banyak yang bingung mengenai mekanisme dan kriteria masyarakat yang
bisa dilayani dengan Jamkesmas. Disamping itu memang, banyak warga yang belum
terdaftar sebagai peserta Jamkesmas, sehingga tak berhak mendapatkan layanan
kesehatan dari pemerintah tersebut. Jadinya, karena tak mau menanggung resiko
hukum, Dinkes pun mengembalikan dana tersebut ke pusat.
Sejumlah warga mengakui jika mereka masih banyak yang tak mengerti
bagaimana cara menjadi peserta Jamkesmas. Meski mereka mengaku sangat-sangat
membutuhkan biaya untuk urusan berobat. Sebagian mengaku, karena urusannya
bertele-tele, rumit dan kerap tak mendapatkan layanan baik dari petugas
kesehatan, mereka jadinya enggan berurusan dengan Jamkesmas atau
sejenisnya.
Keluarga
T.Sitinjak dan istrinya A br Purba mengakui jika mereka bersama dua anakanya Dian Sitinjak dan
Cristina Sitinjak telah pernah mendapat
kartu Jamkesmas. Mereka didata ketika masih tinggal di Jalan Persatuan
Kelurahan Sukadame, Kecamatan Siantar utara. Namun setelah
pindah dan sekarang tinggal di Kampung Marlegot Kelurahan Sigulang-gulang, mereka pun bingung, apakah kartu Jamkesmasnya
masih berlaku. Bagaimana pula dengan anak ketiga dan
keempat mereka yang belum terdaftar di Jamkesmas, mereka pun tidak tau cara mengurusnya bagaimana.
Warga lainnya, Betty
Verawaty Simanjuntak yang tinggal di Jalan Tentram Ujung
Kelurahan Sukadame
mengatakan, keluarga mereka tidak pernah mendapat
kartu Jamkesmas maupun Jampersal (Jaminan Persalinan). Pengakuan
Betty, sebelum melahirkan anak keduanya, dirinya pernah didata di Puskesmas
Martoba untuk mendapatkan Jamkesmas. “Tetapi
karena sudah dua tahun kartu Jamkesmasnya
tidak keluar-keluar, akhirnya saya tak mau mengurusnya lagi,”katanya.
Sementara itu, banyak pula warga yang sama sekali tak mengetahui adanya program
Jamkesmas atau Jampersal. Karena selama ini, tak pernah ada sosialisasi secara
jelas kepada warga oleh pihak terkait. Kalau pun mereka pernah dengar, tak
jelas bagaimana prosedurnya, kriterianya serta kemana mengurusnya.
Seperti
pengakuan Nuraini,
salah seorang warga Kelurahan Timbang Galung
Kecamatan Siantar Barat, mengatakan kalau
keluarganya tak pernah tahu tentang Jamkesmas
dan Jampersal. “Karena
tak pernah ada sosialisasi dari pihak kelurahan maupun Puskesmas di lokasi
tempat tinggal kami. Jadinya kami tidak pernah
tahu cara mengurusnya kemana dan bagaimana prosedurnya,”katanya.
Sebaliknya
menurut Juniarito, pihaknya dari Dinkes Pematangsiantar telah melakukan
sosialisai secara maksimal. Termasuk melakukan pembinaan dan bimbingan teknis
terhadap petugas yang ada Puskesmas. Hal ini mereka lakukan secara berkala, dengan maksud agar setiap warga
Kota Pematangsiantar mengetahui adanya program Jamkesmas maupun Jampersal.
Kucuran Dana Tahun 2012 Berkurang
Ketidakmampuan
Dinkes mengelola dana yang sudah sempat dikucurkan pemerintah pusat melalui
Kemenkes tahun 2011, ternyata sangat berdampak terhadap kucuran dana berikut
pada tahun 2012. Padahal faktanya, masyarakat miskin yang butuh pelayanan
kesehatan tak berkurang, justru malah bertambah. “Untuk tahun
2012, kucuran dana Jamkesmas menjadi hanya sebesar Rp 716.000.000,” ungkap
Januarito.
Dana sebesar itu
akan dipergunakan bagi pengurusan biaya kesehatan dan perobatan warga peserta
Jamkesmas tahun 2012 sebanyak 76.240 jiwa, sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan Kemenkes. “Jadi,
warga yang belum terdata masuk Jamkesma pada tahun
2011, bisa dimasukkan pada kuota tahun 2012.
Begitu juga untuk tahun selanjutnya,”terang Juniarito
Pardede, sembari mengatakan kuota yang telah ditentukan harus segera diisi.
Peserta
Jamkesmas adalah masyarakat miskin yang didata petugas Badan
Pusat Statistik (BPS). Sedangkan Dinkes tidak berkapasitas untuk
menentukan siapa-siapa warga yang bisa masuk
dalam kepesertaan penerima Jamkesmas. Hanya saja,
sesuai dengan ketentuan, semua warga kategori keluarga miskin
berhak mendapatkan layanan Jamkesmas secara
bertahap. Hal ini mengingat, bahwa
setiap tahun warga yang dimasukkan dalam kepesertaan Jamkesmas telah memiliki
kuota yang telah ditentukan dan ditetapkan oleh Kemenkes.
Untuk jenis layanan kesehatan yang bisa dirujuk
bagi peserta
Jamkesmas, adalah pelayanan kesehatan dasar. Namun berbagai jenis penyakit lainnya juga tidak menutup kemungkinan
bisa mendapatkan layanan
kesehatan. Syaratnya, asal memiliki rujukan dari petugas medis
yang menangani penyakitnya. “Misalnya penyakit stroke. Penyakit ini bisa mendapat layanan kesehatan,
jika ada rujukan dari Puskesmas,”imbuhnya mencontohkan.
Januarito juga
menegaskan, jika
ada warga yang berobat dengan fasilitas Jamkesmas,
merasa tidak dilayani dengan baik agar segera melaporkan pada pihaknya. Dengan demikian, pihak Dinkes
bisa segera melakukan tindakan terhadap oknum petugas medis tersebut. Baik di Puskesmas maupun Puskemas Pembantu. Termasuk juga jika ada
bidan yang tidak maksimal melakukan pelayanan
persalinan bagi kaum ibu dengan fasilitas Jampersal. Terutama bidan-bidan yang masih mau meminta biaya
tambahan kepada pasien peserta Jampersal.
Namun khusus untuk
pelayanan kesehatan bagi peserta Jamkesmas di
RSUD Djasamen Saragih, menurut Juniarito telah ada Ketua
Pengawasan Pelayanan Jamkesmas.
“Jadi, jika
keluarga pasien maupun pasien itu sendiri merasa tidak dilayani dengan baik, langsung saja melaporkan ketidakberesan
pelayanan medis tersebut kepada Ketua Pengawasan Pelayanan
Jamkesmas rumah sakit terkait,”tegasnya.
Disinggung soal distribusi anggaran Jamkesmas, Juniarito menjelaskan,
bahwa sumber dana Jamkesmas berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) yang dikucurkan ke rekening Dinkes Kota Pematangsiantar. Selanjutnya
pihak Dinkes menyalurkannya ke pelaksana pelayanan kesehatan,
sesuai dengan klaim besaran biaya yang telah ditentukan.
Warga Miskin di Pematangsiantar Meningkat
Kepala Badan
Pusat Statistik (BPS) Kota Pematangsiantar, Drs. Ngiahken Karokaro saat
ditemui di kantornya, Jumat (27/7), menyatakan jumlah masyarakat miskin di Kota Pematangsiantar
yang pada tahun 2011 sebanyak 11.596 kepala keluarga (KK) tetapi pada tahun 2012 meningkat menjadi 13.693 KK. Pendataan
yang dilakukan BPS pada tahun 2008 dan 2011 merupakan program nasional bernama Program
Pendataan Perlindungan Sosial (PPLS). Tujuannya, mendata rumah tangga miskin guna penyaluran
beras miskin (Raskin) yang kemudian datanya dikirim ke Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang dipimpin Wakil
Presiden, Boediono.
Setelah
dievaluasi, TNP2K kemudian memberikan kuota jumlah penerima Raskin kepada
Pemko Pematangsiantar. Untuk kriteria rumah
tangga miskin
sendiri, didasarkan pada penilaian yang
dikeluarkan oleh TNP2K. Hasil evaluasi inilah yang
kemudian disalurkan ke pemerintah daerah dalam bentuk
data. Data inilah yang kemudian dipergunakan
oleh Dinas Kesehatan dalam menentukan peserta Jamkesmas setiap tahunnya.
Secara nasional menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) ada 14 kriteria rumah tangga miskin, antara lain:
1. Luas rumah kurang dari 8 m2/orang
1. Luas rumah kurang dari 8 m2/orang
2. Lantai rumah dari tanah
3. Dinding rumah bambu
4. Tak punya MCK
5. Tak punya listrik
6. Air minum dari sumur/sungai
7. Memasak dengan kayu bakar
8. Makan daging sekali seminggu
9. Beli pakaian baru setahun sekali
10. Makan satu/dua kali sehari
11. Tak mampu bayar berobat di Puskesmas
12. Pendapatan kurang dari Rp 600.000/bulan
13. Pendidikan hanya SD
14. Tidak punya barang yang dijual diatas Rp 500.000.
Jampersal: Penting Tapi Tak Bergema
Jampersal merupakan salah satu
program andalan di bidang kesehatan yang bertujuan diantaranya
adalah untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Dengan adanya program Jampersal sejak tahun 2011
lalu, seharusnya masyarakat tak perlu lagi khawatir
untuk memikirkan
biaya persalinan. Karena berbeda dengan
program Jamkesmas yang kepesertaannya harus ditetapkan oleh
bupati/walikota berdasarkan kriteria miskin, peserta Jampersal cukup mendaftar
ke Puskesmas atau bidan praktik swasta yang menjalin kerjasama dengan Dinas Kesehatan melayani
peserta Jampersal.
Merujuk pada Menurut Permenkes 2562/2011 tentang Juknis
Jampersal, syaratnya sangat mudah. Hanya menunjukkan
identitas diri (KTP)
atau identitas lain yang sah dan
membuat pernyataan tidak mempunyai jaminan atau asuransi persalinan. Program ini menggulirkan
biayanya untuk jaminan
persalinan dijamin bagi ibu-ibu hamil. Sehingga program ini terbuka
bagi seluruh ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi-bayi baru lahir tanpa
memandang strata sosialnya. Sepanjang yang
bersangkutan belum memiliki jaminan persalinan.
Terpisah,
Direktur RSUD Djasamen Saragih dr Ria Telaumbenau MKes,
melalui Humas dr Andi Rangkuty, saat dihubungi, Jumat
(27/7), mengatakan RSUD Djasamen Saragih telah melaksanakan layanan Jamkesmas
secara maksimal kepada pasien pengguna fasilitas kesehatan
yang dicanangkan pemerintah pusat
tersebut. Semuanya dilakukan dengan mengacau pada
Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang diterbitkan Kemenkes. “Pada
Juklak dan Juknis semuanya telah dicantumkan. Termasuk
jenis obat yang diberikan pada pasien pengguna fasilitas Jamkesmas. Ini
semaksimal mungkin kita lakukan,”ujarnya.
Menanggapi banyaknya
keluhan pasien pengguna fasilitas
Jamkesmas di RSU milik pemerintah ini akibat tak ditangani
secara baik, dr Andi tak menampik adanya kekurangan tersebut. Pihaknya
mengaku jika pelayanan mereka belum maksimal seratus persen. Namun,
harapnya, pelayanan peserta Jamkesmas dan Jampersal yang berobat ke RSU
Djasamen Saragih, jangan dibandingkan dengan pelayanan di rumah
sakit swasta. “Itu sudah sangat berbeda. Jika ada
pasien atau keluarga pasien yang merasa kurang dilayani dengan
baik, karena menggunakan fasilitas Jamkesmas,
dapat melaporkannya pada Unit Pengaduan Masyarakat,”katanya.
Ditemui
terpisah, pekan lalu, Kepala Puskesmas Raya, Kecamatan Siantar Barat, Surungan
Nainggolan, SKM mengatakan sebenarnya tak
sulit mendapatkan Jamkesmas atau Jampersal. Jika masyarakat datang ke Puskesmas
di sekitar tempat tinggalnya, tentu akan mendapatkan penjelasan semaksimal
mungkin. Karena sudah menjadi ketentuan,
bahwa peserta Jamkesmas harus sudah terdaftar di Dinkes serta
memiliki kartu Jamkesmas.
“Jamkesmas
ini sangat membantu masyarakat miskin tentang kesehatan masyarakat. Karena
Jamkesmas membebaskan biaya bagi masyarakat
yang memerlukan pemeriksaan kesehatan sampai pengobatan, ke Puskesmas atau Rumah Sakit Umum (RSU),”katanya.
Cara singkatnya,
warga
yang tidak mampu melapor ke kelurahannya masing-masing untuk menyatakan kalau mereka adalah keluarganya tak mampu.
Sehingga pantas
mendapatkan Jamkesmas. Kemudian Lurah
akan melaporkan kepada Dinkes agar warga yang tidak mampu tersebut dimasukkan untuk mendapatkan Jamkesmas. Setelah
mendapat kartu Jamkesmas dari Dinkes, Lurah
membagikannya kembali kepada
masyarakat yang bermohon tersebut, untuk
digunakan sebagai ‘tiket’ berobat.
Bidan: Urusan Jampersal Sangat Rumit
Jika secara teori
dan aturan main yang dikeluarkan pemerintah, layanan Jamkesmas dan Jampersal
itu mudah, ternyata praktiknya tak demikian. Sejumlah bidan yang berpraktek
secara mandiri, mengaku rumitnya birokrasi yang harus ditempuh jika mereka
melayani pasien Jamkesmas atau Jampersal. “Kami tidak
melayani Jamkesmas atau pun
Jampersal. Karena
pelayanan Jamkesmas dan Jampersal
sangat merepotkan. Belum lagi harus ada laporan segala macam ke Puskesmas. Selain
itu, masalah
upahnya pun tidak sebanding dengan yang biasa kami tangani,”ujar TM br Siregar, salah seorang bidan.
Diakui pula,
pihaknya tak ada mendapat sosialisasi dari Puskesmas, untuk menerima peserta Jamkesmas ataupun Jampersal. Jika
ada arahan ke tempatnya untuk melayani Jamkesmas
dan Jampersal,
pihaknya tentu tidak
akan menolak. “Tetapi karena tidak ada sosialisasi dari
Dinas Kesehatan dan Puskesmas, kami tidak menangani peserta Jamkesmas
dan Jampersal,”katanya.
Hanya saja,
sejumlah bidang juga menjelaskan, bahwa pihaknya juga memiliki tanggungjawab
moral untuk membantu keluarga yang tidak mampu tetapi tak mendapat informasi
tentang program Jamkesmas atau jampersal. Bidan M.Sitorus
mengatakan, meski dirinya tidak menerima
pelayanan
Jamkesmas dan Jampersal, tetapi jika ada pasien yang datang dan
tidak mampu membayar, M.Sitorus memberikan
penjelasan dan informasi agar pasien mendatangi Puskesmas untuk
mendapatkan kartu Jamkesmas atau Jampersal. Sebagaimana rekannya sesama bidan, dirinya juga mengaku tidak
ada mendapat sosialisasi dari Dinkes atau Puskesmas untuk melayani peserta Jamkesmas
dan Jampersal.
Soal
keterlibatan bidan praktek swasta dalam program Jampersal, Kabid Sarana
Kesehatan Dinkes Pematangsiantar, Juniarito, menjelaskan pihaknya telah bekerjasama
dengan 25 Bidan Praktek Swasta yang tersebar di 8 kecamatan.
“Bidan yang dihunjuk, telah menyetujui melalui kesepakatan
yang ditawarkan. Jadi untuk mengetahui siapa-siapa saja para bidan tersebut, dapat ditanyakan ke
pihak Puskesmas terdekat,”katanya. Untuk
pelaksanaan Jampersal, yang juga merupakan bagian
dari Jamkesmas, Juniarito mengatakan cukup melampirkan Kartu Tanda
Penduduk (KTP) dan Kartu Jamkesmas. Ditegaskan,
bahwa untuk anggaran Jampersal tidak memiliki anggaran tersendiri, melainkan terintegrasi atau masuk dalam angaran Jamkesmas yang
dikucurkan oleh Kemenkes. (K-44)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar