Selasa, 24 Juli 2012

Balapan Liar yang Kerap Resahkan Masyarakat

Adu Gengsi dan Sensasi yang Rawan Bikin Mati !

Oleh : Niko, Ulysess, Reynold
Pematangsiantar,Konstruktif-Meski terus dirazia petugas polisi, balapan liar sepeda motor seakan tak pernah berhenti. Padahal, ulah sekelompok anak-anak muda usia remaja ini sangat beresiko. Disamping juga sangat membahayakan keselamatan orang lain. Terutama, para pengguna jalan saat mereka beraksi di jalanan. Seolah, jalan umum itu merupakan milik ‘oppung’ mereka, sementara pengguna yang lain hanya numpang.
Aksi balapan liar, ternyata menyisakan masalah lain. Sebab kegiatan tak bertuan itu rupanya terkait dengan pertaruhan (perjudian), mabuk-mabukan, kecelakaan dan kegaduhan. Penyalah gunaan jalan raya sebagai arena balap liar, selain mengganggu kelancaran arus lalu lintas dan kenyamanan pengemudi lain, juga sangat rawan terjadinya korban jiwa akibat kecelakaaan.
Uniknya, meski sudah banyak yang jadi korban, berikut banyaknya keluhan masyarakat atas sirkuit di jalanan ini, aksi adu nyali ini terus berlanjut. Ironisnya, aksi balap liar yang semakin liar itu kerap menjadi tontonan gratis yang mengundang perhatian banyak orang. Jadilah, ajang unjuk gengsi ini pun sarat dengan sensasi yang menjadi tempat pembuktian eksistensi kehebatan para pembalap mengemudikan sepeda motor.
Salah seorang pelaku balapan liar berinisial Raja (21), warga Jalan DI Panjaitan, Kelurahan Nagahuta, Kecamatan Siantar Simarimbun, mengaku awalnya tak berniat terjun ke dunia balapan liar. Hanya sekedar menjadi penonton saja. Tetapi karena terus didesak teman-temannya, RS pun terpancing dan ikut berlaga di arena sejak  tahun 2005 lalu. Saat itu dirinya masih berstatus pelajar SMA di salah satu sekolah swasta di kota Siantar. “Biasanya kalau kami balapan, ada taruhannya. Karena masih sekolah, biasanya kami patungan untuk bisa bayar taruhan. Soal besarnya tergantung situasi,”katanya, seraya meminta agar identitasnya tak ditulis lengkap.
RS mengakui, balapan liar itu kerap mereka gelar di seputaran Terminal Bus Tanjung Pinggir, Jalan Siantar-Parapat sekitar Tugu Cicak sebelum Balata, Jalan Asahan Km 8, Jalan Medan Seputaran Simpang Rami dan Jalan Sisingamangaraja depan Universitas Simalungun, Jalan Sutomo dan Jalan Merdeka di pusat kota. Waktunya, lebih sering dilakukan di sore hari menjelang malam atau pada malam hari hingga menjelang pagi. “Kalau malam minggu kamai sering balapan sampai pagi,”akunya.
Pelaku balapan liar menurut RS biasanya berkelompok. “Biasanya satu kelompok terdiri enam sampai sepuluh orang. Tapi kami hanya balapan saja bang, gak ada melakukan aksi brutal kayak model geng motor di Jakarta itu. Taruhan kami pun paling-paling hanya 200 ribu-an,”katanya.
Memang, hobi yang kerap memacu adrenalin ini bukan dilakukan sebagai mata pencaharian. Tetapi hanya kesenangan sesaat di jalanan semata. Pada awalnya banyak diantaranya tidak memiliki niat bergabung. Tetapi karena sering menonton temannya beraksi mereka pun tak sabar dan ingin pula mencoba menerapkannya di jalan umum.
Pengamatan Konstruktif, para pembalap liar kerap memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi tanpa menggunakan helm. Sepeda motor yang mereka gunakan juga terlihat penuh modifikasi. Karena perilaku pembalap liar ini juga ditopang teknisi bengkel yang pintar mengutak-atik mesin. Sepeda motor dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bisa dikemudikan lebih kencang dari biasanya. Bila sepeda motor hasil rekayasa mereka diketahui pembalap lain sering menang, dipastikan bengkel tersebut akan kebanjiran pelanggan.
Akibat ulah mereka, pengendara lain harus ekstra hati-hati. Bahkan harus bersedia berhenti untuk memberikan para pembalap liar menguasai jalan. Jika tidak, bisa-bisa tertabrak saat mereka beraksi dengan kecepatan tinggi. Akibatnya, arus kendaraan pun sering tersendat.
Memang untuk kondisi Pematangsiantar sekitarnya, aksi balapan liar ini belum mengarah pada aksi brutal. Sebagaimana geng-geng motor di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, yang kerap menyerang warga tak bersalah, hingga menyebabkan jiwa orang lain melayang. Namun jika dibiarkan merajalela tanpa kendali, bukan berarti ulah mereka suatu saat juga bisa lebih parah dari situ. 
Kasat Lantas Polresta Pematangsiantar, AKP H Situmorang, pekan lalu di kantornya mengakui jika pihaknya sudah terus berusaha menertibkan pelaku balapan liar yang marak di Siantar. Pelakunya didominasi kalangan pelajar dan remaja. Lewat sosialisasi dan razia, bahkan melakukan pengarahan langsung ke sekolah-sekolah sudah sering mereka lakukan. “Dengan sosialisasi dan razia, kita berharap angka laka-lantas di Pematangsiantar dapat ditekan dan korban pun tidak lagi berjatuhan,”katanya.

Sensasi dan Adu Gengsi yang Meresahkan
Sebelum balap liar dijadikan sebuah hobi, ada beberapa faktor  yang membuat balap liar di jalan umum, termasuk kurangnya perhatian dari keluarga. Maklum, murahnya memeroleh kredit sepeda motor di sejumlah dialer, ikut memicu kian maraknya aksi di jalanan ini.
Faktor lain yang muncul diantaranya ketiadaan fasilitas sirkuit untuk balapan yang membuat pencinta otomotif memilih jalan raya umum sebagai media. Kesenangan dan memacu adrenalin, bagi pelaku pembalap liar merupakan sensasi dan adu gengsi. Karena mereka mengaku, ada perasaan yang luar biasa senang yang sulit digambarkan dengan kata-kata ketika mereka usai balapan.
Tak pelak, ulah para aktivis jalanan ini pun kian meresahkan para orang tua. Mereka sangat khawatir, kalau-kalau anak mereka yang telah difasilitasi sepeda motor ke sekolah, terlibat dalam aksi balapan. Jony Siagian, warga Pematangsiantar mengakui kegelisahannya mencermati maraknya aksi balapan liar itu. Diakuinya, dua anaknya menggunakan sepeda motor pergi ke sekolah.
Meski tiap hari menasehati kedua anaknya agar tak ikut-ikutan balapan liar, dirinya merasa cemas juga, jika anaknya terlambat pulang ke rumah. “Jangan mau ya anakku ikut balapan liar itu, karena tak ada gunanya. Malah balapan itu miliki resiko tinggi. Bisa-bisa kalian mati atau geger otak karena jatuh saat balapan,“begitu Siagian meyakinkan anaknya agar tak terpengaruh.   
Tak hanya orang tua, pihak sekolah pun kerap dibuat ‘jantungan’ melihat pelaku balap liar ini. Apalagi, pelakunya kebanyakan kelompok pelajar usia SMA/SMK. Kepala SMK GKPS 2 Pematangsiantar, Menrizitten Purba kepada Konstruktif menegaskan, pihaknya jauh-jauh hari sudah membuat larangan kepada siswa agar tak turut dalam balapan liar itu. Tindakan preventif pun kerap mereka lakukan saat pertemuan pagi hari sebelum masuk ke ruang belajar. Terutama memberikan nasehat dan pengarahan mengenai  bahaya balapan liar di jalanan.  
Tetapi Menrizten mengakui, tugas mereka hanya memberi arahan saja, itu pun terbatas hanya di lingkungan sekolah. Usai sekolah, para siswa tentu tak lagi bisa mereka awasi. “Nasehat dan masukan yang telah diberikan pihak sekolah sangat terbatas. Jika pada akhirnya mereka terpengaruh juga, kita tak bisa berbuat banyak. Hanya saja kita berharap, kesadaran masing-masing siswa untuk tidak turut dalam balap liar itu,”ujar Kasek yang sudah menjabat selama belasan tahun ini.

Upaya Preventif dan Solutif   
Selain kepolisian, ternyata Dinas Perhubungan (Dishub) pun sudah sering mencoba menertibkan maraknya aksi balapan liar ini. Kepala Dishub Kota Pematangsiantar, Drs Naek Lubis mengakui jika aksi balap liar semakin berbahaya dan mengkhawatirkan. Apalagi aksi balapan yang dilakukan malam hari di pusat kota. “Suara-suara keras knalpot racing sepeda motor mereka yang tengah balapan di jalan Sutomo dan jalan Merdeka sangat mengganggu kenyamanan pengguna jalan,”ujar Kadis.
Mengatasi maraknya balapan liar itu, pihaknya telah beberapa kali melakukan penertiban terhadap pelaku. Hanya saja, bila Dishub hendak melakukan penertiban terhadap aksi balapan liar, mereka  itu harus berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Tindakan preventif lainnya dilakukan Dishub adalah dengan memasang polisi tidur dan rambu kejut di sejumlah lokasi yang kerap dijadikan arena balapan liar.
Tampaknya, upaya yang dilakukan kepolisian dan Dishub tak cukup. Harus ada pendekatan yang lebih persuasif untuk bisa menertibkan para remaja yang telah melanggar aturan (norma). Mulai dari tindakan kecil seperti sanksi sosial, hingga sanksi fisik agaknya harus diterapkan.Semua pihak juga harus ambil bagian, mulai dari keluarga, sekolah, lingkungan tempat tinggal, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Simalungun, Dra.Corry Purba,M.Si, mengakui lembaga pendidikan sebagai agen perubahan perlu menanamkan pendidikan karakter kepada peserta didik. Bukan hanya aspek kognitif (rasionalitas), tetapi juga aspek afektif (apresiasi) dan psikomotorik (tindakan) perlu ditanamkan. Dengan demikian mereka dapat tumbuh secara wajar menjadi manusia paripurna. Yaitu manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan serta memiliki moralitas dan etika yang dewasa.
Agen sosialisasi berikutnya menurut Corry Purba adalah media massa. Sebab publik tahu, fungsi media (penyiaran) adalah informasi, sosialisasi, edukasi dan hiburan. Publik berharap ketika anak duduk di depan layar kaca (televisi), ia akan memperoleh pengetahuan dan informasi yang bermanfaat sehingga menjadi anak yang profesional religius.
Namun apa yang disuguhkan oleh media (lembaga penyiaran) akhir-akhir ini malah banyak pula yang dibingkai oleh aksi kekerasan, pornografi (erotisme) dan mistik (takhayul) yang malah membuat anak menjadi liar dan brutal. Mestinya media massa bisa menjalankan fungsinya dengan baik, menyehatkan dan berimbang sehingga lahir generasi muda yang andal dan tidak beringas,”katanya berharap.
Pada bagian lain, meski selama ini telah dilakukan, menurutnya, perlu ditingkatkan sinergitasnya. Partisipasi antara aparat kepolisian dan pemerintah daerah, orang tua, dan stakeholder di bidang pendidikan masih sangat diperlukan. Mereka harus duduk bersama dan mencari solusi alternatif untuk meminimalisasi, bila perlu menghilangkan kegiatan balapan liar yang sering meresahkan masyarakat, sehingga tercipta harmoni dan rasa aman di masyarakat kita,”katanya mengakhiri. (K-43)  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar